Rabu, 07 Desember 2011

Ciptagelar: Mengunjungi Kasepuhan Banten Kidul

Kala itu, waktu masih belum berkeluarga, saya pernah mengunjungi wilayah ini. Sebuah wilayah yg dikenal dengan Kasepuhan Banten Kidul. Seperti namanya, wilayah adat ini dianggap berumur tua. Sehingga wilayah ini jadi tempat meminta nasihat dan saran, terutama bagi orang Sunda. Meski demikian terkadang orang2 yg datang juga "minta yg aneh2" seperti minta kesembuhan dari penyakit, mengadu nasib, lancar jodoh dsb dsb. Aneh memang ... padahal tak satu pun papan nama yg terpampang menyebutkan adanya "dukun" di kasepuhan ini.


Saat datang pertama kali, saya bersama teman2 di Telapak berada di sini untuk mencari keberadaan burung elang asli Pulau Jawa. Nama ilmiahnya adalah Spizaetus bartelsi atau dalam bahasa Inggris disebut Javan Hawk-eagle. Nama lokalnya sendiri berbeda2 tergantung dimana ia berada. Ada yg menyebutnya Elang Jawa, Heulang Jambul, dsb dsb. Burung ini memang unik karena memiliki bulu jambul yang panjang di kepalanya. Dengan jambul tsb, burung ini terlihat gagah seperti Garuda.

Kasepuhan Banten Kidul berada di bagian selatan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Secara administratif wilayah ini berada di wilayah Kabupaten sukabumi. Saat pertama datang, ibukota kasepuhan ini berada di Ciptarasa. Kasepuhan ini dipimpin oleh orang yg dijuluki Abah, namanya Abah Encup Sucipta.


Sekarang, jaman sudah berubah, maklum sudah lebih dari 14 tahun yang lalu saat saya datang dulu. Abah Encup sudah meninggal duniah dan digantikan oleh puteranya, yaitu Abah Ugi. Ibukota pemerintahan pun sudah dipindahkan setelah sebelumnya Abah Encup mendapatkan wangsit dari leluhurnya. Kepindahan ibukota ini terjadi pada tahun 2001, dari Ciptarasa ke Ciptagelar, atau disebut juga Kampung Cicemet yang berjarak sekitar 10 km menembus hutan. Komunitas adat ini memang selalu berpindah tempat tergantung wangsit yg diterima. Dulu sekali bahkan kasepuhan ini pernah berpusat di daerah Leuwiliang, Bogor.


Kebetulan sekali saya mendapat kesempatan untuk berkunjung kembali ke wilayah kasepuhan ini. Saya bersama 2 orang teman lagi mengantarkan Pak Asuy (asal Muara Tae, Kaltim) yg ingin berkonsultasi secara spiritual dengan Abah Ugi. Dalam hati saya juga bersyukur karena bisa dapat kesempatan untuk bernostalgia mengingat tempat dan saat2 saya masih muda dulu ... hehehe.

Empat belas tahun berselang ternyata tidak banyak yg berubah dari komunitas adat Kasepuhan Banten Kidul. Warga setempat berhasil mempertahankan kekuatan adat yg diwariskan dari para leluhur Pajajaran.Wis 14 tahun lewat ternyata komunitas adat Kasepuhan Banten Kidul ini nyaris tak berubah. Mereka terbukti berhasil mempertahankan kekuatan adatnya sing diwarisi soko leluhur Pajajaran.

Ibukota kasepuhan memang telah berkembang dengan teknologi maju. Listrik tersedia 24 jam dari turbin mikrohidro. Signal HP tinggal pilih, mau pakai Telkomsel atau ProXL. Dalam radius sekitar 4 kilometer dari pusat kota tersedia fasilitas WIFI gratis. Ada sebuah stasiun televisi yg beroperasi selama 24 jam, namanya CIGATV atau Ciptagelar TV. Sudah banyak sepeda motor dan ada mobil 4WD. Namun hal itu semua tidak membuat warga kasepuhan jadi bergantung secara berlebihan pada modernisasi dan teknologi.

Hampir setiap laki2 selalu menggunakan ikat kepala atau udeng. Sementara kaum perempuan mengenakan kain bermotif batik (jarik/jarit). Hampir semua orang memiliki sawah atau juga ladang (huma) untuk ditanami padi. Hampir semua kepala keluarga memiliki lebih dari satu lumbung padi (leuit). Rumah2 masih berdinding bilik bambu dan beratapkan ijuk dari pohon enau. Walaupun sudah banyak yg mengenal bahasa Indonesia, namun Bahasa Sunda menjadi bahasa utama yg dipergunakan di sini. Acara2 adat seperti Seren Taun juga masih dilakukan setiap tahunnya. Kesenian tradisional yg asli berikut alat musiknya juga masih dipertahankan.

Bagi saya, berkunjung (kembali) ke kawasan adat kasepuhan ini rasanya seperti kembali ke kampung halaman. Warga setempat sangat baik dan ramah. Kami disajikan makanan yg organik yang sehat. Meminum kopi nikmat. Tidur pun bisa pulas. Kami bisa menghirup udara sejuk dan segar yang bebas polusi industri dan kendaraan bermotor. Airnya bening, segar, sejuk dan berlimpah ruah. Betul2 menyenangkan. Menginap 2 malam di Ciptagelar rasanya telah mampu menghilangkan kepenatan bekerja di kantor selama ini. Badan terasa sehat dan pikiran pun fresh!!

Kembali pulang ke Bogor, saya merasakan ada hal yg hilang. Ciptagelar memang telah membuat rasa rindu. Ingin rasanya saya kembali datang ke sana, walau saya sendiri tak tahu kapan waktunya ...

posting serupa, namun dalam bahasa saya sendiri, juga dapat dibaca pada laman SumukraKringeten

1 komentar:

nieshop mengatakan...

saya ingin sekali berkunjung ke ciptagelar, tapi entah kapan saya bisa kesana.