Sebuah SMS saya terima malam itu. Jarum jam di arloji saya menunjukkan pukul 22.02 WIB. Siapa gerangan yang mengirimkan SMS malam2 begini? Biasanya gelagat seperti ini terjadi bila pesan yang dikirimkan adalah pesan dalam kategori “penting”. Pesan SMS itu dating dari teman kita Kang Hendra. Isi pesannya cukup singkat, tidak sampai 5 baris pada layar handphone saya.
“Siaga satu ccliwung bnjir besar” … hanya ituSontak saya pun segera menghubungi Kang Hendra. Tak cukup jika saya hanya membalas pesan tersebut dengan SMS. Saya harus berbicara langsung. Ada rasa was-was, karena beberapa menit sebelumnya istri saya mengabarkan tentang hujan super deras yang mengguyur Bogor. Sementara saya masih berada di Jakarta. Saya jadi khawatir kejadiannya sama dengan beberapa bulan lalu. Saat tepian Ciliwung di Bogor luluh lantak disapu habis oleh amukan air bah Ciliwung.
“Jadi gimana ceritanya Kang? Pada kerendem air, kebawa air, longsor atau gimana?” saya bertanya bertubi2 pada Kang Hendra. Kang Hendra yang tinggal di Lebak Kantin, tepian Sungai Ciliwung hanya bertutur luapan air sudah hampir merendam kampungnya. Air sudah setinggi betis orang dewasa. Masyarakat kampung sudah bersiap2 untuk mengungsi.
Saya pun akhirnya segera menghubungi teman2 lain utk mengecek langsung berita ini ke lokasi kejadian di Lebak Kantin. Syukurlah teman2 Kotahujan.com dengan sigap langsung berada di lokasi. Selain meliput kejadian, teman2 itu juga mengabarkan perkembangan situasi secara rutin. Sementara saya yang masih di Jakarta juga menghubungi teman2 relawan bencana banjir. Ini adalah hal yg serupa spt yang saya lakukan saat Ciliwung mengamuk beberapa bulan lalu. Kabar ini saya harap dapat membantu teman2 relawan di Depok dan Jakarta utk bersiap2 menerima banjir kiriman dari Bogor.
Untungnya kejadian Ciliwung meluap ini tidak berlangsung lama. Sebelum malam berakhir, air sungai sudah surut kembali.
Hari ini, saya kembali mengingat kejadian itu. Banjir Ciliwung rasanya cukup sering terjadi. Namun selalu saja kejadian ini tak pernah membekas menjadi sebuah upaya utk mengantisipasinya. Pada umumnya kesiagaan hanya dilakukan saat menjelang bencana atau saat bencana. Bentuknya adalah reaksi pertolongan atas korban banjir, reaksi komunikasi dan koordinasi pertolongan cepat antar wilayah, dan liputan pemberitaan.
Saya nyaris tidak pernah menjumpai adanya upaya serius dari semua orang untuk mengantisipasi terjadinya banjir. Tidak dari Pemerintah, tidak dari warganya, tidak pula dari kelompok2 ataupun organisasi masyarakat. Padahal hampir semua orang saya paham betul banjir di Ciliwung diakibatkan karena rusaknya tata air di wilayah hulu, tumpukan sampah, dan tentu saja karena badan sungai telah berubah menjadi bangunan.
Saya jadi makin miris dengan begitu terkenalnya Bogor sebagai kota ilmu pengetahuan, kota berwawasan lingkungan, dan kota aktivis lingkungan. Kemana itu semua? Apakah sungai bukan bagian dari lingkungan? Apakah lingkungan di Bogor sudah tidak lagi bermasalah? Atau jangan2 mereka juga tak tahu jika Ciliwung sedang banjir ...
Terngiang di kepala saya sebuah peribahasa "kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak".
illustrasi gajah saya unduh dari laman ini
0 komentar:
Posting Komentar