![](http://4.bp.blogspot.com/_TcqAUeoIE1o/TGE_NYRH4pI/AAAAAAAAAE8/vWhW6q_gR4c/s400/pak+gina2.jpg)
Tidak seperti yang terbayang sebelumnya.. hanya beberapa menit setelah meninggalkan batas desa. Ternyata pohon mangrove-nya sudah setinggi belasan meter.. jumlahnya ribuan pohon.. dengan batang bertekstur kasar sebesar betis hingga paha orang dewasa.. ranting dan cabang saling menyilang ke kiri dan kanan.. buah berbentuk panjang runcing bergelantungan di ujung ranting.. siap menghujam tanah berlumpur dibawahnya.. menanti saatnya tiba untuk menjadi bibit baru.. rindang oleh daun lebat dan rimbun.. membentuk kanopi menghalangi sinar matahari.. Tambah asri dengan riuh suara kicau burung yang bersahutan sore itu.
“Dulu air ombak sampai ke pinggir desa” kenangnya. Warga kerja bakti membuat guludan menahan pinggir pantai untuk ditanami. Membentuk tanggul hidup untuk menahan abrasi yang kian mengancam daratan tempat tinggal bersama. “airnya banter mas, harus ditahan” begitu alasan atas apa yang dilakukan. Ternyata tidak cuma sampai disitu. Hingga kini beliau terus menanam hingga keluar kecamatan. Coba mengabaikan pendapat orang lain yang tidak percaya atas pengabdian yang dilakukan. “saya dikira ada yang mbayar” keluhnya. Maklumlah ia hanya bekerja sebagai ’waker’ penjaga keamanan tambak intensif yang ada di samping desa. Ia puas dengan apa yang dikerjakan selama ini.“sekarang pantai jadi agak jauh” ungkapnya. Apa yang telah dilakukan menjadi contoh bagi desa tetangga bahkan hingga ke kecamatan lain. Ia terus menanami setiap lahan tidur yang ada di pinggir pantai. “saya dapat tiga petak.. sudah dapat ijin dari yang punya” ucapnya penuh semangat setelah dapat lahan baru. Lokasinya di petak tambak udang yang sudah tidak produktif akibat terserang virus white spot. Tentu saja gembira mendapat lokasi untuk ditanami. Karena saat ini tempat telah menjadi komoditi.
Lelah menyusuri luasnya lahan yang sudah menjadi hutan mangrove. “Umurnya sudah 20 tahun lebih mas” ucapnya sambil berjalan cepat menenteng polybag berisi bibit yang siap ditanam. “Saya mulai menanam ketika-pas tiga bulan menjadi ketua RT” jelasnya ketika kutanya kapan mulai menanam “Waktu bupatinya masih pak Margono” jawabnya. Entah tahun berapa... tapi mungkin kira- kira tahun 80-an. Sudah puluhan tahun rupanya. Wajar kalau kini tampak akar dan batang pohon mangrove menguasai areal ini. Berdiri, berjejer, berhimpun, bertautan secara bebas.
'Ojo gumunan' meminjam petuah sunan Bonang... Tentu beda dengan apa yang sering kita lihat dimedia. Menanam pohon menjadi kegiatan seremoni-elitis yang hanya bersifat simbolik semata. Karena memang sejatinya penanam pohon adalah masyarakat itu sendiri. Para petani, nelayan dan masyarakat adat yang tinggal di desa-desa atau di pinggiran kota besar. Mereka memiliki tujuan atas apa yang dilakukan sebagai bagian langsung dari hidup keseharian. Memiliki kemampuan cara menanam, memelihara, menjaga dan memanfaatkan dengan sistem nilai yang mereka miliki. Hanya tersandra diantara kesempatan dan kesempitan akan lahan. Hingga sering terdengar ungkapan lirih atas himpitan ekonomi di sela pepohonan yang mereka tanam. Lalu kenapa mereka sering didakwa belum sadar?..
Bukankah ini bukti sebuah kegiatan yang berhasil.. Bukankah ini sebuah kegiatan besar.. atas kerja keras, imajinasi dan inisiatif masyarakat sendiri.. Meski tanpa plang, baliho, spanduk yang bertuliskan slogan-slogan ‘wah’.. Alat yang sering digunakan para elit untuk mengemas kegiatan dan aksi-aksi yang sebenarnya kecil. Bukan pula latah ikut-ikutan 'menanam' karena lagi ngetren setelah acara UNFCC[1]di Bali beberapa tahun lalu. Tanpa harus mengundang wartawan pada setiap proses penanaman biar dianggap green dan enviromental friendly. Tidak cuma teriak soal deforestasi atau ceramah bak ahli klimatologi.. tanpa nuansa kepentingan politik kekuasaan yang penuh sengketa dan antagonisme.. apalagi untuk menjadikan pentas agar terpuaskan dahaga akan popularitas.. menanam pohon semata sebagai kegiatan yang bersahaja. Entah siapa yang belum sadar.. (GJ/Agst/10)
[1] (United Nations Framework Convention on Climate Change)
2 komentar:
hebat tulisannya, menggugah perasaan dan semangat utk melakukan aksi langsung tanpa alasan ilmiah maupun politis. Ngomong2 sampeyan sendiri sudah tergugah untuk ikutan nanam juga gak bos?
blom sadar bos... masih pingsan... :)
Posting Komentar