Rabu, 03 Maret 2010

Anak kampung van Cipeuteuy

Entah sudah berapa kali saya bertukar pikiran dengannya. Entah sudah berapa bungkus rokok dan bergelas-gelas kopi kami habiskan. Semua hanya tentang sebuah wilayah di perbatasan Kabupaten Sukabumi dan Bogor. Wilayah pedesaan di tempat terpencil, di seputar Taman Nasional Halimun-Salak.

Seorang pemuda kampung bernama Kosar datang dengan berkarung-karung mimpi dan harapan untuk melakukan perubahan di Desa Cipeuteuy. Bersama teman-temannya ia membangun sebuah genk anak kampung bernama Absolute. Sebuah nama yang terkesan “keren” untuk sebuah kampung kecil di pinggiran hutan dataran rendah tropis Halimun. Kosar, yang juga dipanggil dengan sebutan “ipank” atau “mad koz” oleh kawan-kawannya ini mulai merangkak pelan membangun desanya. Dari sekedar penyelenggara event peringatan tujuh belas agustus di kampung, Absolute mengembangkan lebih jauh kegiatannya. Mereka mengupayakan usaha ekonomi dalam bentuk usaha pemandu wisata Halimun serta pengembangan pertanian bersama para petani setempat. Sebagai kumpulan anak muda kampung yang “gaul”, Absolute juga membangun sebuah radio sebagai sarana kirim-kirim lagu dan pesan. Di luar dugaan, radio Tatalepa yang mereka bangun kini telah menjadi radio kegemaran orang-orang kampung di sekitar Desa Cipeuteuy. Tak cukup dengan upaya ini, Absolute juga berperan penting dalam upaya “pendidikan politik” (istilah mereka) bagi orang kampung. Mereka telah mendorong terpilihnya teman mereka sendiri dalam pemerintahan desa. Absolute juga membantu masyarakat yang sedang berseteru dengan pihak taman nasional karena tuduhan illegal logging.

Saat Mubes/RAP Telapak 2006 di Bali, Kosar bergabung dengan bersama para penelapak. Sang anak kampung Cipeuteuy kini tak hanya menjadi agen Absolute, namun juga penelapak. Ia pun mendapat setumpuk mandat-mandat tambahan dari organisasi ini. Beberapa teman telapak lalu mulai berdatangan menemaninya di kampung. Sayangnya upaya “menemani” ini kadang tak mampu berjalan secara terus-menerus. Ada sejumlah keterbatasan energi dan waktu. Sementara Kosar sendiri pun harus berjuang secara personal untuk mengamankan kehidupan rumah tangganya. Kosar yang anak kampung sudah menjadi suami dan ayah bagi 2 orang anaknya. Saat itu nama Kosar pun mulai tidak lagi terdengar.




Akhir bulan Februari 2010 namanya kembali muncul. Telapak kembali menyambangi Kosar melalui Mubes/RAP Telapak 2010 di Kampung Citalahab Sentral, kawasan Halimun. Kosar pun dengan semangat 45 menunjukkan diri bahwa ia masih bagian dari organisasi ini. Ia menjadi “orang kunci” dalam kesuksesan penyelenggaran Mubes/RAP Telapak 2010 ini. Ia memastikan segala urusan logistik, perijinan, dan berbagai hal yang melancarkan penyelenggaraan event akbar dua tahunan ini. Tentu saja ia tidak sendiri di sana. Teman-temannya di Absolute dengan sukarela membantunya.

Setelah Mubes/RAP, saya berusaha mengingat kembali teman kita ini. Otak saya mulai memutar video virtual tentang pembicaraan bersama Kosar dan Absolute saat sore dan malam hari di Citalahab. Air deras yang dingin dan batu-batu Sungai Cikaniki menjadi penghias pembicaraan kami. Juga dingin malam dan kesunyian rumah panggung saat semua peserta Mubes/RAP sudah lelap. Dengan susah payah saya berusaha menangkap dan membayangkan kaitan-kaitan antara kegiatan mereka dengan mimpi besar Telapak. Sekali, dua kali ngobrol … tak ada satu pun yang bisa saya simpulkan. Untunglah di kali ketiga kami bertukar pikiran, gambaran itu mulai jelas. Gambaran menuju kedaulatan politik, kemartabatan budaya, dan kemandirian ekonomi di sana.

Salah satu yang lebih tampak jelas adalah inisiatif community logging. Entah kenapa, saya begitu yakin akan pilihan ini. Tapi Kosar dan Absolute memiliki potensi ini. Yang terbayangkan adalah upaya membangun hutan rakyat di sana. Hal ini dapat dimulai dengan mengorganisir para pekebun kayu sengon (Paraserianthes falcataria). Bagi orang setempat jenis pohon kayu ini lebih dikenal dengan sebutan jeungjing. Sementara di bawah tegakannya dapat dikembangkan penanaman berbagai jenis tumbuhan herbal, diantaranya kapol atau kapulaga (Amomum cardomomum). Ini semua bukanlah hal baru bagi masyarakat setempat. Menurut penuturan Kosar dan teman-temannya, masyarakat di Desa Cipeuteuy telah terbiasa menanam jeungjing. Sementara beberapa teman Kosar di Absolute juga telah mencoba menanam kapol, bahkan juga telah menjual hasilnya.

Lalu apa lagi? Ternyata tak perlu berpikir keras mencari jawabnya. Usaha ekowisata yang telah dirintis tak perlu ditinggalkan. Hanya perlu sedikit sentuhan dalam pemasaran usaha ini. Demikian pula halnya dengan radio komunitas Tatalepa. Radio ini perlu segera kembali mengudara, setelah beberapa bulan belakangan rusak tersambar petir. Jika telah mengudara maka Tatalepa dapat berfungsi dalam upaya sosialisasi community logging dan pengembangan ekowisata.

Tapi … ahhh saya sendiri jadi khawatir. Saya khawatir tak mampu membantu sepenuhnya ide-ide ini terlaksana. Saya bukanlah Superman yang punya energi berlebih dan mampu menjadi penolong di setiap waktu. Saya kira keterbatasan ini hanya dapat dihilangkan jika teman-teman lain juga dapat membagi energinya bagi Kosar dan Absolute. Semoga ini bukanlah harapan kosong. Karena penelapak bukanlah Kosar dan saya seorang. Karena Cipeuteuy maupun Halimun berada di wilayah Badan Teritori Jawa Bagian Barat.

Foto pohon sengon diunduh dari laman ini, sementara foto kapulaga diunduh dari laman berikut.

6 komentar:

bob poerba mengatakan...

Kawan2....
Bapak Heluang Jawa (T-002) tetaplah seorang superman, walaupun bukan pada kekuatan fisik semata. Tetapi bapak menjadi superman dengan kegigihan dan semangat yang bapak sumbangkan kepada organisasi. Saya kira, harapan yang tertulis di dalam cerita ini telah menjadi komitmen
Telapak kepada masyarakat kampung ketika kita pertama kali menginjakkan kaki di Citalahab.

Seperti ajakan bapak Superman di bagian terakhir, sudah saatnya pak gubernur jawa bagian barat mulai memikirkan lebih serius tentang sebuah harapan dari anggota yang berada di teritorinya.

ridzki mengatakan...

atau...

mungkin kita buat saja angkringan kedai telapak van cipeuteuy di
kampungnya kang Kosar, minimal ada yang bisa kita kunjungi kalau kita ke Cipeuteuy dan lokasi nongkrong
bareng dengan masyarakat disana kah? Plus revitalisasi rakom yang ada, kayanya bakal lebih mantap lagi deh...

sandika mengatakan...

Ikut nimbrung,

Betul apa kata pak bob, bapak T-002 merupakan ispirator bagi banyak orang, hal ini bukan isapan jempol biasa. Fakta sudah berbicara di lapangan ji.... (orang cipeteuy bilang; that is true...!!). Sebagai orang baru anggota Telapak, saya punya keyakinan tersendiri akan keberhasilan dan kesuksesan Telapak di masa depan. Nilai-nilai luhur yang sudah terpatri dalam sanubari setiap anggota tentunya akan memicu semangat baru untuk saling membantu berdasarkan asas kekeluargaan.

Secara pribadi dan tanpa direncanakan, saya berdiskusi ala warung kopi dengan kawan kosar, unen namanya. Beliau merupakan salah satu anggora Absolute. Saat itu kami membicara mengenai potensi "ekowisata" di Citalahab dan sekitarnya, saat itu unen banyak bercerita mengenai potensi dan masalah ekowisata khususnya di Kampung Citalahab.

Intinya banyak cita-cita dan keinginan yang ingin mereka (baca: Absolute) raih untuk berkarya di Kawasan TNGHS (Taman Nasional Gunung Halimun-Salak). Tentunya apa yang sudah dilakukan oleh bapak T-002 bisa memberikan inspirasi dan pencerahan terhadap kawan's kita di Cipeteuy untuk meraih "mimpi yang belum terbeli", dan tentunya juga dukungan dari anggota Telapak lainnya.

T-150

heulang jawa mengatakan...

@ Oom Bob dan Oom Sandi: bisa aja oom2 ini komentarnya. Jadi pengen malu nih ... (muka bersemu merah kehitaman atau hitam kemerahan hehehe).

@ Oom Ridzki: kayaknya ide menarik nih bikin warung nongkrong Telapak di Cipeuteuy.

hendaru mengatakan...

Adakah yang bisa berbagi foto ttg keunikan dan keindahan Kampung Sentral, CItalahab..? sehingga barangkali bisa membantu mempromosikan sebagai tempat tujuan wisata..?

Pak Gubernur jabar, sudah adakah rencana terkait pengembangan wisata di Teritory Jawa Barat,..? khususnya kawasan Halimun Salak dan Gede Pangrango. Ditunggu...

Anonim mengatakan...

mungkin saya dan teman kebanyakan pastinya akan langsung menyebut mikrohidro atau kebun teh ketika mengenang desa Citalahab ini. Satu hal yang menjadi kenangan saya adalah listrik yang dihasilkan serangkaian alat pembangkit ini.
Saya datang jum'at saat itu. Datang dan tidak lama kemudian shalat jum'at di mesjid sederhana di desa Citalahab Central. karena melihat lampu yang terus menyala meski sudah tengah hari, saya-pun menyuruh salah satu kawan Kosar untuk mematikan lampu yang hidup terus di mesjid. Dengan segera kawan Kosar pun menjawab "gak usah dimatikan ini listriknya dari mikrohidro". Menyadari keadaan tersebut kepala-ku pun langsung berpikir "pantas saja orang2 ini seolah tidak takut tagihan listriknya kemahalan, ya wong yang punya listrik"...hehehe.

satu kenangan di Desa Citalahab Central,
Keren-keren euy!!!

Ruby T-146