Senin, 05 Juli 2010

Harapan bagi nelayan di Laut Arafura?

“Ooh banyak sekali itu Pa …!!!” begitu jawab seorang nelayan dari Desa Rumbati, Kabupaten Fakfak ketika saya tanyakan apakah beliau tahu tentang kapal besar penangkap ikan di sekitar wilayah petuanan adat mereka. Bapak tua tersebut lalu menambahkan, “Kalo su musimnya, dong kumpul banyak sekali di depan Pulau Pisang. Dong macam pasar saja. Bisa ada 20-30 kapal di sana. Dong ambil semua ikan yang ada sampai dekat-dekat di pantai”.

Pulau Pisang memang jadi ajang rebutan. Nelayan tradisional dari Desa Rumbati yang notabene adalah pemilik petuanan adat di sana dipaksa menyingkir pelan2 dari sana. Tuan rumah tak mampu jadi tuan di perairan tersebut. Tamu yang datang telah dipermudah sedemikian rupa hingga tak lagi menyisakan ikan bagi sang pemilik rumah. Ketika para tuan rumah ini protes dan berusaha minta pertolongan pada aparat kepolisian dan dinas perikanan setempat, hasilnya tetap dikalikan dengan angka ‘nol’. Hampir tak pernah ada laporan yang ditindaklanjuti hingga mengurangi aktivitas kapal2 pendatang yang menangkap ikan di sana. Nelayan Rumbati hanya bisa pasrah dengan keadaan tersebut.

Demikian sekelumit cerita tentang nelayan kecil di pesisir barat Papua. Wilayah petuanan laut mereka kebetulan berada di wilayah laut yang banyak diincar kapal2 pencari ikan, yaitu Laut Arafura. Tak hanya kapal2 Bugis yang datang ke tempat itu. Kapal2 besar penangkap ikan milik perusahaan2 besar pun beroperasi di sana. Bahkan mereka juga ada yang datang dari luar negeri seperti China.


Terkait dengan hal tersebut, hari ini Telapak mengeluarkan sebuah siaran pers yang membahas soal pemberlakuan moratorium (penghentian sementara) ijin baru penangkapan ikan dan beberapa alat tangkap serta alat bantu penangkapan ikan. Secara khusus aturan Pemerintah yang baru 3 bulan terbit itu menyebut soal Laut Arafura. Sekilas aturan tersebut terkesan akan memberi tiupan udara sejuk bagi nelayan tradisional di Fakfak. Namun, mengingat seringnya terjadi pelanggaran atas aturan penangkapan ikan di laut Indonesia, bukan tidak mungkin aturan baru ini hanya akan jadi ‘macan kertas’ saja. Pengawasan secara serius atas pelaksanaan atuan sangat2 dibutuhkan. Tidak hanya asal aturan. Telapak bersama dengan para pengamat perikanan di Indonesia mengingatkan hal tersebut melalui siaran pers itu.

Semoga saja … kekhawatiran tersebut pada akhirnya tidak terwujud nyata …

Jika ingin membaca siaran pers-nya, silakan klik pada alamat berikut

2 komentar:

Muhammad Yayat Afianto mengatakan...

mantap bos portingannya

heulang jawa mengatakan...

makasih Yat ...
ini sekalian utk uji coba kita nyiapin angkatan laut