Sepanjang kegiatan manusia selalu terdapat kegiatan yang bersifat metaforik atau simbolik yang sering-kali merupakan perwujudan lain dari apa yang ingin diwujudkan, begitu kata Dilthey. Dunia manusia memang dunia simbol yang sarat dengan makna.
Di tambak... jalinan janur yang dianyam sedemikian rupa digantung di pintu air. Dalam anyaman tersebut terdapat bungkusan kain putih dan botol kecil berisi minyak wangi. ”itu namanya peuseujuk” ucap salah satu pemilik tambak. Ini dilakukan setiap menjelang panen, ayam hitam dan ayam putih dipotong di pintu air. Tulang dan bagian-bagian tertentu kemudian dibungkus dan diletakan dalam anyaman tersebut bersama benda-benda lain yang memiliki makna tertentu. Acara dilakukan beramai-ramai dimana do’a dan makan bersama dilakukan sebagai bagian dari prosesi. Apapun... itu adalah fenomena sosial dimana simbol-simbol tertentu digunakan dengan makna tertentu.
Simbol ada dimana-mana, sering juga digunakan sebagai alat komunikasi manusia yang diwujudkan melalui lukisan, tarian, musik, arsitektur, mimik wajah, gerak-gerik, postur tubuh, perhiasan, pakaian, ritus, agama, kekerabatan, nasionalitas, tata ruang, pemilikan barang dan banyak lagi lainnya, dimana bahasa menjadi bentuk primer dari simbolisasi tersebut. Realitas sosial melalui simbol kadang terlihat samar namun sering juga telihat dalam bentuk yang lebih nyata. Pada kasus tersebut simbol warna hitam dan putih sering digunakan untuk menyatakan adanya persepsi oposisi biner. ..hitam-putih... jahat-baik.... benar-salah.... yang sering digunakan untuk mempermudah pemahaman akan pesan moral yang ingin disampaikan, baik melalui cerita, legenda, juga dalam ritual tertentu.
Durkheim memandang makna dan fungsi ritual dalam masyarakat sebagai suatu aktifitas untuk mengembalikan kesatuan masyarakat. Hal tersebut mengilhami pandangan bahwa ritual dapat dilihat sebagai simbol. Menurut Victor Turner ketika mengkaji ritual (upacara keagamaan) pada masyarakat Ndembu di Afrika, simbol-simbol dalam bentuk ritual berfungsi sebagai jembatan penghantar satuan-satuan kenyataan yang berbeda-beda dari pengalaman manusia. Hal ini didasari oleh pemikiran adanya sifat universal dari motif-motif dan dasar-dasar kognitif yang dipunyai oleh manusia (Turner, 1974)... jadi maksudnya meskipun tiap individu.. tiap orang . itu unik.. khas... tetap aja ada sifat yang sama... yang bersifat universal...
Ritual bagi masyarakat Ndembu adalah tempat mentransendensikan konflik keseharian.. Sebagai media untuk mengurangi permusuhan diantara warga masyarakat yang disebabkan adanya kecurigaan-kecurigaan. Menutup jurang perbedaan yang disebabkan friksi di dalam masyarakat, sebagai sarana untuk memantapkan kembali hubungan yang ada dan sebagai medium untuk menegaskan kembali nilai-nilai masyarakat. Dengan demikian konsepsi-konsepsi simbolik yang dipunyai oleh setiap individu dirubah referensi dan orientasinya menjadi bersifat kebersamaan melalui proses-proses yang ada dalam berbagai upacara. Jadi Turner melihat ritual sebagai simbol dari apa yang sebenarnya terjadi dalam masyarakat yang mendefinisikan dirinya sebagai makhluk sosial (Turner, 1974).
Mungkin begitu juga dengan peuseujuk yang dilakukan di pintu air tambak... hanya menjadi menarik karena tambak tersebut berada di Atjeh... mengingat fenomena seperti itu sudah ada dari sejak masa pra-Islam...
reference: Turner, Victor. 1974. The Forest of Symbols. Ithaca: Cornell University Press.
Sabtu, 22 Mei 2010
Peuseujuk sebagai Simbol
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
oleh-oleh menarik dari Aceh. jadi peuseujuk tuh simbol apaan? kurang nangkep!
mksudnya sebagai perantara simbolik..
Posting Komentar