Entah kenapa pertanyaan ini selalu menganggu benakku. Tapi kejadian demi kejadian selalu saja berulang di mana2. Orang lebih mementingkan untuk menghasilkan kertas banyak2 dan mengkonsumsinya banyak2 tanpa harus mempedulikan beribu juta hektar hutan yang habis digunduli. Lebih parah lagi penggundulan hutan tersebut tak hanya berdampak pada penggurangan besar2an keanekaragaman hayati dan jutaan ton gas rumah kaca, namun juga menafikan niat baik dari warga desa untuk melestarikan hutannya sendiri.
Sungguh ironis ...
Untuk kesekian kalinya warga desa di sekitar ekosistem rawa gambut Semenanjung Kampar dipaksa gigit jari. Niat baik mereka utk memenuhi dorongan mengembangkan hutan desa harus berhenti karena kawasan hutan tersebut lebih dipilih penguasa dan pengusaha utk dijadikan kebun akasia (acacia).
Semuanya hanya untuk dirubah menjadi sumber bahan baku kertas. Warga desa tak boleh mengembangkan upaya pengelolaan hutan lestari. Tak boleh juga mereka punya lubuk2 ikan air tawar yang memberi manfaat ekonomi bagi seluruh kampung. Apalagi jika mereka harus mengembangkan pemanfaatan kayu hutan alam bernilai tinggi di sana.
Adalah sebuah desa kecil di Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau yang
dipaksa menjadi wilayah Hutan Tanaman Industri (HTI) Kertas. Desa itu bernama Teluk Binjai. Sebuah desa yang warganya telah beradaptasi puluhan tahun dengan situasi ekosistem hutan rawa gambut.
Mereka inginkan hutan di wilayah desa mereka menjadi lebih bermanfaat secara ekonomi dan ekologis. Status kawasan hutan desa menjadi pilihan mereka. Mereka membayangkan kawasan itu menjadi sentra produksi ikan air tawar. Mereka juga membayangkan kawasan hutan itu menjadi kawasan perlindungan bagi pohon2 bernilai tinggi dan terancam punah seperti Ramin (Gonystylus bancanus). Mereka juga ingin ikut berkontribusi pada upaya menjaga agar kawasan gambut itu tidak menjadi kering dan rawan kebakaran hutan.
Tapi apa daya, sebuah perusahaan besar kertas telah mendapat restu dari Pemerintah utk merubah hutan gambut tersebut menjadi HTI. Rupanya produk kertas yang sebagian besar dikonsumsi masyarakat negara Eropa, Amerika dan Jepang lebih berharga dibandingkan nasib para warga kampung kecil di Semenanjung Kampar itu. Bukankah itu adalah sebuah "kedzaliman"?
Tulisan ini adalah ungkapan perasaan saya atas warga Desa Teluk Binjai seperti yang ditulis dalam Siaran Pers Perkumpulan Telapak dan Yayasan Mitra Insani hari ini.
gambar di atas diunduh dari aslinya di laman ini.
Senin, 31 Agustus 2009
Kenapa orang lebih pilih gunduli hutan untuk kertas?
Tags:
HTI kertas,
kedzaliman,
News,
Semenanjung Kampar,
Telapak,
Teluk Binjai
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
apa lagi ya yang bisa kita lakukan agar hutan desa ini benar-benar bisa terealisir ?
Posting Komentar