Selasa, 11 Agustus 2009

Kebanyakan makanan

Tulisan ini hanyalah sebuah bacaan yang (mungkin) tak bermakna. Tak usahlah mencoba menafsirkannya terlalu jauh. Ini hanya ungkapan saya ketika merasakan suasana berlimpahnya makanan di depan mata.

Pernahkah kita merasa sebah, kenyang dan tak mampu lagi memakan? Sebagai manusia normal yang kadang terbawa nafsu kita pasti pernah mengalaminya. Entah itu karena sudah seharian tidak makan, mungkin karena memang sedang kelaparan, atau karena sedang berpuasa. Tapi kadang kita juga merasa terlalu kenyang hanya karena rakus dan ingin menghabiskan makanan yang sangat kita gemari. Manusia memang selalu mudah terbawa nafsu …





Ketika perasaan itu mendera perut kita, maka kita jadi lemas tak bertenaga. Tubuh terasa berat dengan tulang yang tak mampu menopang beban. Sementara otot2 kita pun tak mampu meregang untuk menggerakan tulang di tubuh kita. Jangan bertanya soal mata … kelopak mata terasa berat, dan ingin tenggelam dalam tilam empuk yang barusan dijemur di bawah terik matahari. Yang diinginkan saat itu hanyalah berbaring santai ataupun tidur. Otak tak akan mampu memikirkan hal yang lain kecuali … lagi2 tidur atau bengong.

Tapi apa yang terjadi jika konteksnya agak berbeda. Contohnya pada sebuah janji pertemuan yang diharap2 dihadiri oleh banyak orang. Makanan pun berlimpah karena sang penyelenggara dan orang yang hadir berharap pertemuan akan menjadi ramai dan tidak terganggu oleh perut yang lapar. Tapi apa daya jika ternyata pertemuan tersebut hanya dihadiri oleh 4 orang dari hampir 50 orang yang diharapkan hadir. Makanan berlimpah beraneka rupa pun menjadi terasa hambar lalu dibiarkan teronggok di depan mata.

Perasaan seperti itulah yang saya rasakan di Jum’at sore pada awal bulan Agustus 2009. Sedianya akan ada sejumlah orang yang hadir. Namun akhirnya hanya dihadiri oleh 4 orang saja termasuk sang tuan rumah. Perbincangan seru tentang rencana menjadi hambar karena tidak banyak yang dapat menjadikannya penting dibicarakan. Mimpi2 tentang aktivitas kelompok yang hebat ini pun menjadi sirna dalam ratusan pertanyaan dalam benak saya, “Kenapa si Anu tidak datang? Kemana si Anu? Apakah si Anu tidak tahu? Apakah janji pertemuan ini tidak menjadi penting bagi si Anu? dst dst” hingga akhirnya saya pun tak mampu lagi memikirkannya. Makanan lezat yang terhidang di depan mata saya jadi terasa percuma. Saya mencoba mengunyah beberapa jenis yang disajikan. Namun apa daya rasa sepi tanpa kawan membuat perut saya jadi cepat kenyang.

Memang saya terlalu banyak merasa. Saya merasa teman2 yang hadir pun jadi malas untuk berkomentar atau melontarkan ide2 segar. Setiap orang terlihat seperti empat tubuh yang bodoh dan tak mampu berpikir kreatif. Semua terkesan kehilangan semangat. Mungkin teman2 saya pun mengalami kekenyangan karena dihadapkan pada berlimpahnya makanan di depan mata. Atau mungkin semangatnya tenggelam dalam kesepian akan hadirnya kawan.

Lalu apa yang terjadi selanjutnya? Ahh sudahlah … ujung dari cerita ini pun tak menjadi penting. Sebab saya sudah lupa. Yang saya ingat hanya ketika keempat orang tersebut berpamitan satu sama lain karena adzan Maghrib telah menggema dari surau di sebelah tempat kami berkumpul. Saya hanya mampu berharap semoga rasa kenyang yang berlebihan ini tidak lagi terjadi dalam pertemuan2 selanjutnya. Semoga …

0 komentar: