Kamis, 20 Agustus 2009

Inikah yg Namanya Gerakan Sosial?

Kasus Kawan yg berjiwa Social Enterprenership

Hari Kami (20/8/09) saya berkesempatan mengunjungi seorang kawan di daerah Leuwiliang. Sebuah lokasi di seputaran kota kecamatan Leuwiliang yg segera akan pemekaran berubah menjadi Kabupaten Bogor Utara.

Perjalanan dari Bogor melewati TPA (tempat pembuangan sambah) Galuga yg sedang bermasalah dan melihat tenda2 yg dibangun masyarakat yg sedang demo. Sepi sih di dalam tenda2 itu. Hanya tulisan pilok bernada provokatif terlihat diatas kain putih digelar di pinggir jalan, yg terlihat mencolok.

Lokasi kumbung jamur dan rumah sang kawan berada diantara pasar Leuwiliang lama dan Pasar Leuwiliang Baru. 14 km dari Bukit Ciampea yg bukit karangnya mengingatkan jaman Lawalata dulu. Ada plang PTPN XII Cianten yg membawa kami ke rumah sang kawan. Rumah asri di sebelah gerbang Perumahan Bukit Sakinah yg seperti terbengkalai tidak terurus.

Suguhan pisang goreng yg rasanya lebih manis dibanding tukang gorengan biasanya. Dia bercerita tentang tanaman jeruk organik yg ada di halaman depan yg mampu menyuplai jeruk ke kedai Telapak. Kami diajak ke halaman belakang yg cukup luas. Ada kolam ikan yg tidak sempat terurus. Semilir angin dari arah pesawahan yg terletak tepat di sebelah rumah membuat suasana asri pedesaan di rumah.

Dia bercerita ada seorang kawannya baru saja membeli sebidang lahan 400m2 seharga 8 juta rupiah. Ada pohon duku dan duren di atas lahan itu. Penjualan tanah kebun marak di daerah ini. Kalau lagi mujur kita bisa mendapatkan lahan kebun dengan tanaman buah2an di atasnya dengan harga yg miring, ujarnya bersemangat.

30 menit berkendara menuju kumbung jamur. Di bawah sana terlihat Sungai Cianten yg aliran airnya sedang surut. Sungai ini merupakan anak Sungai Cisadane. Terdapat sebuah pembangkit listrik INDONESIA POWER yg katanya tidak banyak berfungsi saat ini. Karena aliran air tidak cukup besar untuk menggerakan turbin. Ada berapa banyak electricity plant yg dibangun projek POWER ini, yg terbengkalai karena tidak cukupnya pasokan air? Sebuah pemandangan dan persoalan yg akrab ditemukan. (jadi inget trip ke Wonosobo dengan pembangunan dam buatannya untuk aspek daya guna air di seputaran Pegunungan Dieng).

Karena jalan sedang diperbaiki, kami harus berjalan 2 km untuk menuju lokasi. Melewati bukit kebun jeunjing dan kebun duku. Pemandangan yg menyedihkan melihat 4 tunggul pohon duku yg habis ditebang. Tidak ada lagi bibit baru ditanam. Kawanku marah sekali karena pola seperti ini. Biasanya mereka menebang begitu saja dan tidak berterimakasih kepada kakek buyutnya yg menanam pohon2 ini.

Kami juga melewati setidaknya 4 buah sawmill di sepanjang jalan menuju kumbung ini. Di atas sana masih banyak lagi. Keberadaan sawmil menguntungkan buat petani jamur karena serbuk gergaji adalah media yg baik untuk jamur tiram. Tapi tentu saja ada lebih banyak limbah kayu terbuang begitu saja.

Di kumbung jamur yg investasi kerjanya sudah mencapai 70 juta ini, kita dikenalkan pada proses produksi juga organisasi produksinya. Seperti ruangan2 yg ada dan fungsinya, juga cerita seputaran pembangunan kumbung baru karena mereka baru saja merobohkan kumbung yg mereka bangun 5 tahun lalu. Ada setidaknya 10 orang yg sibuk bekerja di kumbung itu. Dari yg mulai memindahkan polibag jamur, pemanenan dan packing juga transporting produk.

Di bukit dimana kumbung jamur itu berada, dipenuhi tanaman teh. Beberapa waktu lalu, perkebunan teh Cianten berproduksi baik. Sayang saat ini mengalami kemunduran usaha. Beberapa pekerja kebun teh, ikut2an menanami lahannya dengan pohon teh. Saat ini mereka biarkan pohon2 teh itu begitu saja. Yg kemudian mengilhami sang kawan untuk mengolah dan mengemas teh tersebut dan diberi label ‘wild tea’. Cerdas memang!

Inilah gambar seorang anggota Telapak yg berjiwa social enterprenership. Dia bisa melihat peluang apa yg ada di sekitaran rumahnya. Menggabungkannya dengan interest diri, melakukan beberapa tahapan aksi, dan boom...lihat hasilnya. Sejumlah keluarga tergantung terhadap kumbung dan pendapatan mereka naik. Sang kawan itu juga menjadi terasah keterampilannya. Baik ketrampilan manajemen pengelolaan orang, manajemen keuangan. Begitu juga pemahaman tentang lingkungan sekitar. Pola perubahan kehidupan masyarakat yg hanya gemar menebang tanpa mau menanam, pola penanaman yg sembarang saja tidak beraturan, keinginan masyarakat atas motor dan hp baru, perubahan harga tanah karena adanya isu pemekaran, sampai ke organisasi P3A pengguna air dan kesulitan sampah limbahan dari pasar yg dihadapi mereka.

Inikah mungkin yg bisa kita sebut sebuah gerakan sosial yg dilakukan dari tingkat bawah. Apa sudah kerja nyatamu untuk lingkungan sekitarmu?


Rita Mustikasari
Telapak
Jalan Pajajaran No 54, Bogor 16143. Indonesia.

tel: +62 (0)251 8393-245
fax: +62 (0)251 8393-246
www.telapak.org
ritamustikasari@telapak.org



Kedaulatan Politik. Kemandirian Ekonomi. Kemartabatan Budaya.

2 komentar:

heulang jawa mengatakan...

Oom Ndaru emang gak ada matinye ... hehehe

Muhammad Yayat Afianto mengatakan...

bagus tulisan Itok ini. selamat untuk Mas Ndaru yang sudah mulai menikmati hasil dari kerja kerasnya.